Pengartian Tanpa Pengertian
Langit subuh tadi mengingatkan ku tentang sekisah perjalanan Jakarta-Bandung yang kutempuh setahun silam. Satu tiket ekonomi yang gagalku Dapatkan, abang grab yang mungkin sekarang sudah melupakan ku, terminal pertama ku di tanah orang, ransel merah penuh dengan segala isinya, wajah berani sekaligus takut, mungkin karena ini pertama kali untukku. Ajaibnya, aku tetap melangkahkan kaki ditengah sesak orang-orang yang pulang pergi pagi itu. Padahal arah jalan menuju Bandung pun aku belum tahu. Kalau saja aku tahu, aku rasa abang grab itu tida kperlu bersusah payah menyalakan kendaraannya keterminal, karena ternyat abus yang membawaku malah melewati depan perumahan tempatku bermula. Yasudah lah itu rezeki untuknya.
Seperti
biasa langit pagi itu menunjukkan wajah indahnya, bisa kulihat senyum bahagia
beberapa orang yang mungkin akan bertemu orang yang dirindu setelah berpisah
lama. aku sendiri pun sama, wanita baik hati yang kutemukan ketika aku menjadi
santriwati sedang menungguku ditempat pesawat terbang dan mendarat. Tapi bukan
kisahnya yang menuntunku menulis ratusan atau bahkan ribuan huruf ini,
melainkan sedikit tentang kekhawatiran seorang teman yang membuatku bahagia
hari itu.
Hari
itu bertepatan dengan ulang tahunku, jilbab hitam kusut sebab tertidur
diperjalanan, wajah senang ketika tiba pertama kal idikota kembang kata orang,
menuntunku kepercakapan kami malam itu. Alih-alih bertatap muka, percakapan singkat
itu hanya sebatas obrolan online. Namun cukup untuk membentuk garis lengkung dibibirku.
Hari itu 4 kali aku berputar dijalanan kota dengan bus yang sama, bukan karena ingin
menikmati keindahan sekitarnya, sebab ada yang sedang menungguku. Lebih karena aku
tidak mengenal kota itu. Bermodalkan berani aku menyusuri jalanan kota sepanjang
hari, tak apalah pikirku. Mungkin ini bisa menjadi pengalamanku yang kesekian, berteman
dengan diriku sendiri dikeramaian kota indah waktu itu.
Pesan
singkat menari dilayar atas ponselku, kubaca ada kekhawatiran dari huruf-huruf
yang ditulisnya. beberapa ungkapan yang baru kali itu ditujukannya kepadaku. Khawatir
temannya-aku saat ini berada dikeramaian kota yang tak dipahami tapi tetap
pergi bermodalkan berani ditemani diri sendiri dan ransel merah besar. Seketika
hal itu membuatku senang, lalu takut. Senang karena ternyata dia mengkhawatirkanku,
takut karena aku sadar ekspetas iyang kubuat tidak selaras dengan khawatirnya
saat itu. Benar saja, saat ini aku hanya bisa mengingatnya sebagai seorang
teman yang pernah mengkhawatirkanku dijalanan kota orang.
Kisah
ini beralih kemasa kini, dimana aku telah lama memutuskan untuk membiarkan dia hanya
menjadi bagian dalam do'a yang pernah kulangitkan. Mengapa aku memilih perlahan
menjauh? Bukankah hal yang wajar berteman dengan seseorang? Iya, tapi bagiku tidak
ada pertemanan yang sedekat itu antara laki-laki dan perempuan. Aku adalah ragu
yang tidak pernah dia yakinkan. Pernyataan seriusku hanya sebatas gurauan baginya.
Aku salah menitipkan rasa. Seharusnya aku pandai bersikap sejak awal, karena aku
pun tau aku tidak pernah bisa melakukannya dengan baik. Biarlah kenangan senang,
khawatir, dan segala rasa dikala dulu luruh bersamaan dengan basahnya tanah karena
tetesan air langit.
Setelah
banyak hari terlewatkan ternyata ada begitu banyak hal yang lebih penting dari sekedar
terbenam didalam rasa yang hanya melalaikan. Tentangnya aku tidak lupa, bisa saja
jika aku ingin. Hanya saja aku membiarkannya menjadi satu bagian kisah diingatanku.
Untuk sekarang, dari pada menitip aku lebih memilih menutup. Kututup rapat celah
bermain bagi mereka yang lebih suka permainan. Sebab aku yakin akan ada dia yang
akan menyebut namaku dengan lantang bersama iringan kata 'sah' orang-orang. Tapi
sebelum waktunya tiba, aku pikir memperbaiki segala burukku adalah yang utama. Saat
ini cukuplah Allah yang selalu mengerti jika manusia terlalu sering mengarti. Termasuk
aku yang pernah salah mengarti tentangnya. Tentang caranya mengkhawatirkanku, tentang
perhatian kecilnya, tentang kebaikan-kebaikannya. Baginya aku pun sama dengan yang
lainnya. Karena kebaikannya adalah kebaikan kepada manusia.
Tentang akhir kisah ini aku juga belum bisa menebaknya. Nanti jika ada kabar tentang sesuatu yang baik. Akan kukisahkan sebuah indah yang disusun dari huruf-huruf saat itu. Sepertinya huruf-huruf ini akan berhenti sebentar lagi. Semoga kabar baik membersamai hari-hari kita. Dan semoga kabar buruk tetap menjadi kabar baik diingatan kita. Karena disetiap buruk selalu terselip baik yang akan dimengerti suatu hari. Terima kasih telah menyempatkan diri melirik tulisan yang mungkin tidak penting ini. Walaupun begitu semoga ada manfaat walau sebesar titik diakhir kalimat ini.
Sabillah Mawaddah |
Segumpal
daging yang berubah menjadi makhluk dengan sebutan manusia ini lahir di Medan dengan
sejuta ceritanya. Kisahnya hampir tidak penting. Namun semoga ada manfaat terselip
dalam setiap kata dari huruf-huruf yang di susunnya. Jangan beri dia sebuah buku
jika tidak ingin dia baikan. Dia punya dunia sendiri jika sudah menyukai suatu hal.
Tulisan-tulisan indah menjadi temannya dalam tumbuh dewasa. Julimabu. Juli
Lima Dua Ribu. Hampir saja menjadi nama lengkapnya hingga dewasa, namun lelaki hebatnya
memberi nama dengan arti yang indah Jalannya Kasih Sayang. Jadi jangan lupa main
kesini @sabillahmawaddah, siapa tau ada asupan kasih dari posti ngan dan huruf-huruf
ajaibnya.
Pas banget untuk aku, bagus banget untuk kalimat yang telah dituangkan didalamnya. Ditunggu karya selanjutnya ka
BalasHapusTerima kasih telah berkunjung.
BalasHapusNext
BalasHapusJangan ditunggu kelanjutannya.
BalasHapuskenapa begitu? udah ada yang punya?
HapusKarena tulisan ini banyak tidak pentingnya
Hapus